Pernahkah Anda mendengar istilah January Effect? Jika Anda sering trading saham baik saham lokal ataupun saham luar negeri, tentu istilah ini sudah sangat akrab di telinga. January Effect merupakan fenomena peningkatan harga saham di awal tahun.
Sebetulnya, keberadaan January Effect sendiri masih merupakan perdebatan di kalangan trader saham. Beberapa mempercayai adanya fenomena ini, sedangkan sisanya menganggap hal ini hanya mitos belaka. Akan tetapi, jika Anda tertarik untuk mencoba stock trading, maka tak ada salahnya mempelajari penyebab munculnya January Effect.
Berkenalan Dengan January Effect
January Effect merujuk pada hipotesis tentang anomali yang terjadi di pasar finansial, dimana harga saham terkerek naik di awal bulan Januari. Penguatan yang terjadi kadang bisa lebih kuat dari pada bulan-bulan yang lain. Pengaruh January Effect cukup besar, sebab banyak trader yang memanfaatkan fenomena ini untuk mendapatkan keuntungan. Umumnya, trader akan membeli sejumlah besar saham di bulan Desember, dengan harapan harganya akan naik berlipat-lipat di awal bulan Januari. Ketika January Effect terjadi, mereka akan menjual aset tersebut supaya profit yang dihasilkan lebih banyak.
Diperkenalkan pertama kalinya oleh seorang bankir ternama, Sidney B.W, saat melakukan observasi saham pada era tahun 40-an. Ia menunjukkan sata itu, Hasil observasinya kala itu menunjukkan bahwa saham-saham kecil cenderung mendominasi saham-saham besar. Rupanya, hal ini karena saham kecil cukup baik sebelum pertengahan bulan Januari.
Baca juga: 2 Indikator Analisa Teknikal yang Menguntungkan
Meskipun studi ini terkesan mendukung penelitian yang dilakukan oleh Rozeff dan Kinney, tetapi ada beberapa hal yang justru melawan penelitian sebelumnya. Dalam riset Barney, ditemukan bahwa harga saham yang melambung tinggi di bulan Januari cenderung berkinerja buruk di bulan-bulan berikutnya. Karena itu, Barney berasumsi bahwa pengaruh January Effect kemungkinan bukanlah hal yang cukup penting dalam trading saham.
Penyebab Munculnya January Effect
Sebetulnya, tidak ada yang mengetahui alasan pasti mengapa January Effect bisa terjadi. Apakah memang fenomena ini nyata, ataukah hanya imbas dari markup yang dilakukan pada akhir tahun. Namun, ada beberapa teori yang dianggap bisa menjelaskan mengapa fenomena tahunan ini bisa terjadi.
1. Belanja Aset Akhir Tahun
Salah satu teori penyebab January Effect adalah bonus akhir tahun. Layaknya diskon dan promo besar-besaran natal dan tahun baru, January Effect dimanfaatkan para trader untuk memborong saham yang ada di market. Beberapa ahli berpendapat jika banyak trader yang memanfaatkan bonus akhir tahun mereka untuk memborong saham di pasar.
Jika banyak pelaku pasar yang membeli, sudah pasti harga saham pun menjadi naik di bulan Januari, dan inilah yang menyebabkan harga saham bisa naik di awal tahun. Tak jarang, trader menjual saham-saham berkapitalisasi rendah dengan alasan menghindari pajak di akhir tahun. Lalu, saat awal tahun mereka kembali membelinya sehingga berdampak pada kenaikan harga saham tersebut.
Baca juga: Apakah Risiko Trading Komoditi Dapat Dihindari?
2. Window Dressing
Selain karena trader yang memborong aset di akhir tahun, masih ada teori lain yang menyebabkan January Effect terjadi, yakni Window Dressing. Window Dressing merupakan salah satu strategi yang digunakan oleh manajer investasi untuk memperbaiki portofolionya sebelum dipresentasikan kepada klien. Umumnya, mereka akan menjual saham-saham yang merugi, kemudian membeli saham berharga tinggi di akhir tahun. Dengan demikian, portofolio aset mereka akan terlihat memiliki return yang cukup meyakinkan.
3. Psikologis Trader
Selain kedua hal di atas, efek psikologis juga menjadi salah satu penyebab mengapa harga saham bisa naik di bulan Januari. Karena beberapa trader mempercayai dengan sungguh-sungguh bahwa January Effect memang ada, maka mereka pun membeli saham pada akhir tahun. Di sisi lain, ada juga trader yang melakukan resolusi akhir tahun untuk mulai membeli saham pada bulan Januari. Hal ini juga berimbas pada naiknya harga saham saat awal tahun.
Perlu diingat bahwa ada banyak hal yang dapat mempengaruhi naik turunnya harga suatu aset. Misalnya, kondisi politik yang berkaitan langsung, pandemi, maupun hal-hal lain yang berpotensi mengubah kondisi ekonomi suatu negara. Faktor-faktor ini tak boleh dikesampingkan saat menyusun strategi trading.
Kenaikan harga pada awal tahun bisa saja terjadi, tetapi sebaiknya tak dijadikan acuan utama dalam analisis. Jangan beranggapan bahwa harga saham pasti akan naik di awal tahun, sehingga langsung memborong sejumlah besar saham yang belum terlalu jelas fundamentalnya di akhir tahun. Jangan lupa lakukan diversifikasi aset dan mengelola risiko trading supaya tak rugi di awal tahun.
January Effect di Indonesia
Fenomena January effect di AS kemudian menjalar hingga ke pasar saham Tanah Air. Bahkan bisa dibilang, Januari merupakan bulan yang manis bagi investor saham di Indonesia.
Saat ini, musim pelaporan keuangan emiten pada kuartal IV-2022 bisa jadi booster bagi IHSG. Harapannya, kinerja emiten di 2022 membaik seiring pemulihan atawa re-opening ekonomi, terutama emiten sektor komoditas yang dipengaruhi oleh tingginya harga acuan dunia.
Musim rilis laporan keuangan untuk kinerja tahun 2022 sendiri dibuka manis setelah tiga bank besar Indonesia panen laba. Namun, masih ada sentimen negatif yang menggentayangi pasar, yakni soal perkembangan situasi pandemi Covid-19 Indonesia. Proyeksi pertumbuhan ekonomi global dan domestik yang lebih baik itu ditandai dengan kenaikan inflasi, seperti yang terjadi di Amerika Serikat dan di zona euro.
Sedangkan lima sentiment positif lain yang bisa menopang terjadinya January effect, yang pertama, otoritas Indonesia masih menggelontorkan stimulus baik moneter maupun fiskal, serta mengakselerasi vaksinasi Covid-19 secara massal, termasuk booster.
Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) Wajib Pajak, yang sering disebut tax amnesty jilid II, dinilai menyumbang modal masuk yang cukup besar. Hal ini mengimbangi efek capital outflow akibat langkah bank sentral Amerika Serikat, The Fed, yang akan menaikkan suku bunga acuannya.
Selain itu, Indonesia terus mencatatkan kenaikan investasi langsung asing (foreign direct investment/FDI). Ini menandakan iklim investasi domestik mulai kondusif seiring proyeksi pemerintah akan mengurangi restriksi, atau kemungkinan tidak menaikkan level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Ingin belajar trading Komoditi ataupun forex? Yuk, buka Jurnal TPFX sekarang dan temukan ilmu trading yang terpercaya! Jangan lupa daftar menjadi trader di sini! TPFx merupakan perusahaan broker terpercaya dan diawasi serta diregulasi oleh BAPPEBT