Mengenal Trading Komoditas Biji Kakao

Siapa yang tidak suka coklat? Mungkin hanya segelintir ya! Coklatt lezat yang bisa dijadikan olahan masakan terutama makanan manis berasal dari biji buah kakao yang telah mengalami serangkaian proses pengolahan sehingga bentuk dan aromanya seperti yang terdapat di pasaran. Biji buah kakao (cokelat) yang telah difermentasi dijadikan serbuk yang disebut cokelat bubuk. Cokelat dalam bentuk bubuk ini banyak dipakai sebagai bahan untuk membuat berbagai macam produk makanan dan minuman.

Di Indonesia, kakao telah menjadi salah satu komoditas unggulan yang diperdagangkan di Bursa Berjangka Jakarta. Untuk mengetahui lebih lanjut  mengenai trading kontrak biji kakao, yuk simak ulasannya berikut ini!

Mengenal Komoditi Kakao

Komoditi kakao merupakan komoditi argoindustri yang mempunyai peranan penting terhadap kinerja ekspor non-migas Indonesia. Di pasar internasional, Indonesia merupakan eksportir keempat terbesar dengan pangsa 11,73 persen dari total ekspor kakao dunia. Dari sisi produksi tahun 2003-2004, Indonesia merupakan produsen kakao terbesar ketiga di dunia, setelah Pantai Gading dan Ghana dengan pangsa 14,18 persen dari total produksi dunia.

Perkebunan kakao di Indonesia yang sebagian besar merupakan perkebunan rakyat yang masih bersifat tradisional, sehingga mutu biji kakao Indonesia cenderung rendah. Demikian pula, tingkat produktivitas perkebunan kakao di Indonesia pada umumnya masih rendah apabila dibandingkan dengan Pantai Gading dan Ghana, yaitu rata-rata berkisar 613,35 kg/ha pada tahun 2008. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adalah banyaknya tanaman yang sudah berumur tua dan parahnya penyebaran hama Penggerek Tanaman Buah Kakao (PTBK).

Harga kakao sangat dipengaruhi oleh musim panen dan pengelolaan tanaman kakao. Pada masa panen harga cenderung menurun karena ketersediaan kakao yang cukup besar, namun sesudah masa panen harga cenderung meningkat. Sebab itu pelaku usaha kakao perlu memanfaatkan sistem resi gudang sebagai alternatif pembiayaan untuk menjaga ketersediaan kakao dan memanfaatkan sarana lindung nilai (hedging) untuk mengantisipasi terjadinya fluktuasi harga kakao di pasar.

Kemudian diungkapkan bahwa saat ini masih terdapat beberapa hambatan dalam jalur distribusi kakao. Diantaranya, masalah jarak tempuh dari areal perkebunan ke lokasi pasar dan pelabuhan yang relatif jauh, kondisi jalan yang kurang memadai dan alat transportasi yang terbatas. Sehingga menyebabkan mata rantai perdagangan kakao menjadi panjang. Akibatnya, harga menjadi mahal, sementara petani hanya menerima harga yang sudah ditentukan pihak pedagang.

Baca juga: Mengenal Trading Komoditas Olein

Tetapi hambatan ini dapat diatasi melalui kerjasama dengan prosesor. Sehingga dapat membentuk jaringan transportasi yang langsung kepada pembeli, baik industri ataupun eksportir. Kendala dalam kerjasama dengan prosesor mencakup sulitnya menyeragamkan mutu kakao, dan naluri bisnis yang berbeda. Dalam arti, ada yang tertarik mengelola usahanya untuk kepentingan jangka panjang. Namun, banyak pula yang tertarik mengeruk keuntungan sesaat.

Disoroti juga lemahnya posisi tawar petani kakao Indonesia di pasar Internasional, karena kurangnya informasi pasar, dan sistem perdagangan biji kakao di tingkat petani dikuasai oleh eksportir asing. Apalagi kemudian adanya perlakuan diskriminatif di beberapa negara tujuan ekspor seperti Cina, Malaysia, India dan Eropa terhadap produk kakao olahan Indonesia (cocoa butter dan cocoa powder) dengan pengenaan tarif Bea Masuk (BM) antara 15 persen hingga 38 persen.

Negara tujuan utama ekspor biji kakao antara lain Malaysia, Amerika, Singapura, Brazil dan Cina yang mencakup 93,1 persen dari total ekspor kakao Indonesia. Sementara permintaan kakao dunia selama periode 2004-2008 menunjukkan peningkatan yang terlihat dari laju pertumbuhan impornya sebesar 3,39 persen per tahun.

Kontrak Kakao di Indonesia

Sebelumnya, fluktuasi harga kakao berkisar 5-8 persen. Sekarang sudah berkurang menjadi 3 persen. Di BBJ, fluktuasinya berkisar 2-3 persen. Tak hanya itu, kontrak kakao telah menurunkan fluktuasi harga kakao di bursa New York. kontrak kakao mendominasi transaksi multilateral di BBJ. Adanya kontrak kakao sangat membantu kelancaran operasional perusahaan. Sangat membantu perencanaan produksi karena para pengusaha ekspor kakao dan produsen bisa memperoleh kepastian pasokan biji kakao. Para pengusaha ekspor kakao juga bisa lindung nilai atas gejolak harga.

Mutu kakao yang diperdagangkan harus sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 2323-2008 Grade III jenis biji kakao lindak (bulk cacao). Syarat lainnya adalah kadar biji berjamur maksimal 4 persen, kadar biji slaty maksimal 20 persem, kadar biji berserangga maksimal 2 persen, kadar kotoran maksimal 3.0 persen, dan kadar biji berkecambah maksimal 3 persen.

Baca juga: Pentingnya Pengendalian Risiko Trading Komoditas Jagung

Nah, itulah pembahasan mengenai perdagangan kontrak berjangka komoditas kakao. Indonesia merupakan negara ketiga di dunia yang memperdagangkan komoditi kakao. Hal ini akan menguntungkan bagi pengusaha kakao, karena tidak perlu lagi bertransaksi di bursa luar negeri. Ingin belajar trading Komoditi ataupun forex? Yuk, buka Jurnal TPFX sekarang dan temukan ilmu trading yang terpercaya! Jangan lupa daftar menjadi trader di sini! TPFx merupakan perusahaan broker terpercaya dan diawasi serta diregulasi oleh BAPPEBTI.

image-artikel