Pengertian Inflasi Pada Perekonomian Dunia

Inflation

Inflasi adalah peningkatan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam suatu periode tertentu di sebuah wilayah.

Dalam kehidupan sehari-hari dan berita televisi, istilah ini sudah lazim disebut-sebut. Namun, kebanyakan orang tak sungguh-sungguh memahaminya, melainkan semata-mata menganggapnya sebagai sesuatu yang buruk saja. Nah, berikut penjelasan detailnya.

Pengertian

Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah peningkatan harga barang dan jasa secara umum dan terus-menerus dalam suatu periode tertentu di sebuah wilayah tertentu. Perhatikan bahwa inflasi tidak serta merta merupakan kenaikan harga saja. Jika warung bakso langganan Anda menaikkan harga, maka itu bukan inflasi. Namun, jika survei lembaga statistik telah menyimpulkan ada tren kenaikan harga bakso, soto, berbagai makanan lain, buah-buahan di pasar, pakaian di mall, perabotan, BBM, biaya kesehatan, biaya pendidikan, dan berbagai barang-jasa lainnya dalam satu periode tertentu (biasanya bulanan), maka itu berarti telah terjadi inflasi.

Inflasi berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain:

  •       konsumsi masyarakat yang meningkat,
  •       berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi,
  •       ketidaklancaran distribusi barang,
  •       dan lain sebagainya.

Contohnya, apabila terjadi gempa di suatu provinsi, kemudian distribusi bantuan ke daerah tersebut terhambat padahal persediaan barang kebutuhan masyarakat terbatas. Apa yang akan terjadi? Harga berbagai barang di provinsi tersebut akan meningkat. Uang sebanyak Rp100,000 yang mungkin bisa dibelikan 10 kg telur ayam pada hari-hari biasa, boleh jadi hanya dapat dibelikan tujuh, enam, atau lima kilogram telur saja setelah gempa. Apabila ini terjadi pada barang-barang lainnya dan biaya layanan jasa pula serta berlangsung lama, maka akan timbul inflasi.

Dalam kondisi ekonomi normal pun tetap akan terjadi inflasi apabila pertumbuhan populasi meningkat, hingga permintaan akan barang dan jasa naik terus menerus. Buktinya, sebungkus permen berharga Rp25 pada era 1990an, sekarang harganya Rp100 atau Rp200. Jika dulu kita bisa membeli sebungkus permen dengan harga Rp 1,000; kini kita harus merogoh kocek sebanyak 10,000.

Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya daya beli mata uang secara terus menerus. Selain itu, istilah inflasi digunakan untuk mendefinisikan peningkatan jumlah uang beredar yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga.

Cara Mengukur Inflasi

Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi. Namun umumnya, inflasi ditilik dari indeks harga konsumen (Consumer Price Index/CPI) dan indeks harga produsen (Producer Price Index/PPI).

CPI mengacu pada harga-harga barang dan jasa di tingkat konsumen (harga yang kita bayarkan ke toko atau penyedia jasa). Karena langsung sesuai dengan kondisi pengguna, maka data CPI merupakan acuan inflasi paling penting. Sedangkan PPI berdasarkan harga-harga di tingkat produsen, atau dengan kata lain, biaya yang dikeluarkan produsen untuk memproduksi barang dan menyediakan jasa. Biasanya, data-data ini dirilis setiap bulan oleh badan statistik setiap negara dan menjadi bahan pertimbangan untuk pembuatan keputusan oleh pemerintah, bank sentral, pengusaha, maupun investor dan trader di pasar finansial.

Jenis-Jenis Inflasi

Inflasi dapat dikelompokkan menjadi empat golongan, yakni inflasi ringan, inflasi sedang, inflasi berat, dan hiperinflasi. Selain itu, terdapat pula situasi yang berkebalikan dari inflasi, yaitu deflasi. Deflasi terjadi apabila indikator-indikator harga (CPI maupun PPI) bukannya meningkat, melainkan menurun (inflasi negatif).

Dalam keadaan normal, tingkat inflasi selaras dengan tingkat pertumbuhan suatu negara. Diantara negara-negara berkembang, biasanya inflasi dianggap wajar bila berada di sekitar 3-4% per tahun dengan toleransi deviasi antara 1-2%. Namun, untuk negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Zona Euro, Inggris, dan Jepang, bank sentral biasanya menargetkan inflasi 2% saja.

Apabila sampai terjadi inflasi berat atau bahkan hiperinflasi, maka itu bisa mengindikasikan kalau suatu negara tengah larut dalam krisis ekonomi (resesi). Contohnya ketika Presiden Robert Mugabe dari Zimbabwe ingin mempertahankan kekuasaannya, ia mencetak lebih banyak uang Dolar Zimbabwe. Akibatnya justru merusak perekonomian.

Jumlah barang dan jasa yang tersedia menurun akibat salah kebijakan, sedangkan jumlah uang berbedar meningkat; sehingga orang-orang berebut mengeluarkan dana sebesar-besarnya untuk mendapatkan barang yang mereka butuhkan. Hal ini memicu kenaikan harga-harga secara drastis hingga inflasi mencapai puluhan ratusan, jutaan, hingga milyaran persen dalam setahun (hiperinflasi). Daya beli mata uangnya di dalam negeri anjlok dan kurs nilai tukarnya merosot drastis. Mulai tahun 2009, Zimbabwe tak lagi mencetak uang sendiri dan masyarakat terpaksa menggunakan mata uang asing seperti Dolar AS, Euro, dan Yuan untuk bertransaksi sehari-hari.

Dampak Inflasi: Positif dan Negatif

inflation effect

1. Dampak Deflasi

Hanya karena inflasi dapat berdampak negatif, tidak lantas berarti deflasi (penurunan harga-harga barang dan jasa) itu baik. Coba bayangkan: apabila harga barang-barang menurun, lalu bagaimana perusahaan-perusahaan akan mendapatkan keuntungan? Dari mana mereka akan punya dana untuk berekspansi usaha dan merekrut karyawan baru? Dan jika deflasi makin parah hingga perusahaan-perusahaan tak mampu menggaji karyawannya, bukankah nantinya bisa terjadi PHK massal yang mengawali resesi ekonomi!? Oleh karena inilah, negara-negara maju sangat takut kalau akan terjadi deflasi (baca juga:Dampak Deflasi terhadap Perekonomian dan Mata Uang).

2. Dampak Ringan

Dampak ini mempunyai pengaruh yang positif karena dapat mendorong perekonomian agar menjadi lebih baik. Apabila harga-harga meningkat secara moderat, maka perusahaan-perusahaan bisa mendapatkan kenaikan keuntungan. Keuntungan itu akan mendorong mereka untuk berekspansi, membuka lebih banyak lapangan kerja, dan memberikan gaji lebih tinggi. Bagi masyarakat umum, inflasi akan membuat orang lebih bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Hasilnya, pendapatan negara meningkat dan pertumbuhan ekonomi terkendali.

Adanya inflasi akan menguntungkan orang-orang yang pendapatannya meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, seperti misalnya pengusaha. Begitu juga halnya dengan pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji yang terus ditingkatkan dari waktu ke waktu. Namun, inflasi ringan pun dapat merugikan para penerima pendapatan tetap, khususnya pensiunan.

Penerima pendapatan tetap akan kewalahan menanggung dan mengimbangi kenaikan harga barang-barang kebutuhan, sehingga kualitas hidup menurun. Ambil contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2003 -atau tiga belas tahun kemudian-, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Inilah salah satu alasan mengapa orang-orang disarankan melakukan investasi sejak dini.

3. Dampak Sedang

Inflasi yang lebih tinggi dibanding target bank sentral dapat menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun secara tidak proporsional dengan pertumbuhan ekonomi. Umpama seseorang memiliki tabungan, kemudian pendapatan bunganya lebih rendah dibanding inflasi, maka ia takkan mau menabung lagi.

Apabila masyarakat mulai enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, dunia usaha membutuhkan dana untuk berkembang, yang mana sebagian dana tersebut bersumber dari pinjaman bank yang disalurkan dari tabungan masyarakat. Oleh karenanya, bank sentral setiap negara biasanya akan menaikkan suku bunga acuan mereka, apabila sampai mencapai target atau lebih dari itu.

4. Dampak Berat dan Hiperinflasi

Sebagaimana nampak pada kronologi hiperinflasi Zimbabwe, apabila inflasi terlalu tinggi atau bahkan terjadi hiperinflasi, maka keadaan perekonomian menjadi kacau. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi maupun produksi, karena harga-harga meningkat dengan sangat cepat.

Coba saja bayangkan: untuk membeli sebutir telur, minggu lalu Anda hanya perlu uang senilai 100,000, tapi minggu ini Anda perlu membawa segepok uang senilai 500,000. Bukan hanya repot sekali membawa uang tersebut, melainkan gaji Anda pun jadi tak ada gunanya. Walaupun gaji dinaikkan menjadi 20,000,000 bulan ini, itu bahkan tak bisa membayar makanan keluarga hingga kenyang di bulan depan!

Demikian pembahasan Mengenal Resiko di Pasar Forex. Anda bisa ikut kelas gratis TPFx dengan click disini. Dapatkan update seputar trading di tpfx.co.id . Buka akun demonya disini GRATISS. Semoga artikel ini memberikan wawasan yang berguna dan membantu dalam perjalanan trading Anda.

Selamat trading dan semoga sukses!

image-artikel