Saham Dua Raksasa Teknologi Ini Sudah Jatuh Lebih dari 30%. Waktunya Beli?

Tahun 2022 bukan menjadi tahun yang menyenangkan banyak saham perusahaan teknologi. Nasdaq di 2022 bahkan harus menutup tahun dengan penurunan hingga 33%. Kondisi ini juga harus dirasakan perusahaan-perusahaan teknologi raksasa yang tidak mampu pula membendung momentum trend bearish yang terjadi. Namun, bukankah selalu ada pelangi setelah badai berlalu? Momen ini terkadang bisa menjadi titik balik bagi para investor untuk mendapatkan harga yang sangat murah dari perusahaan-perusahaan besar dunia.

Jika kita menilik sejarah dari lahirnya Nasdaq di tahun 1985, Indeks ini hanya pernah terjatuh (selama dua tahun berturut-turut) sekali. Itu pun terjadi pada saat periode antara tahun 2000 dan 2002, atau periode yang kita kenal sebagai resesi dot-com bubble. Sebagai pembanding, Motley Fool mencatat bahwa berdasarkan sejarah juga, di tahun pertama dimulainya trend positif setelah jatuh, Nasdaq bisa mendapatkan return di kisaran 37% hingga 64% atau secara rata-rata di angka 51% jika ditinjau dari 4 momen di tahun 1991, 2003, 2009, dan di tahun 2019. Artinya, Nasdaq selalu memiliki tendensi bounce back yang kuat di tahun paska keterjatuhannya.

Berbicara tentang tendensi bounce back Nasdaq paska momen bearish nya, maka menjadi menarik pula jika kita membahas potensi dari dua raksasa perusahaan teknologi raksasa yang berada di dalamnya, Google dan Microsoft.

Mbah Google, Kapan Sembuh?

Induk perusahaan Google yang dikenal sebagai Alphabet telah mengalami koreksi di kisaran 39% sepanjang tahun 2022. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, termasuk kenaikan suku bunga, perang Russia vs Ukraina, hingga pengetatan moneter dari Bank Sentral yang berakibat pada investor yang menurunkan pengeluarannya untuk platform di Google, sebagaimana diketahui bahwa revenue terbesar Google didapatkan dari jasa periklanan.

Namun, hal tersebut tidak selalu berarti merupakan hal buruk. Jika kita mengacu pada bagaimana Google mampu berinovasi dan mendapatkan eskalasi pendapatan yang besar selama ini, tentu koreksi besar pada harga saham Google bisa menjadi peluang emas bagi para investor jangka panjang. Secara data, Alphabet mampu meningkatkan revenue dari $46 miliyar menjadi $258 miliyar dalam rentan waktu 2012 ke 2021. Perusahaan ini juga merupakan rumah dari Google dan Youtube, dua platform terbesar yang mendominasi konsumsi digital hingga hari ini.

Alphabet pada akhirnya mampu menciptakan ketergantungan yang kuat dengan para konsumennya. Dampak positifnya adalah, Ia mampu mematok harga premium ke pasar. Pada periode 2012-2021 tersebut pula, pendapatan operational dari Alphabet melonjak dari $14 miliyar menjadi $79 miliyar. Oleh karenanya, sulit rasanya membayangkan industri periklanan yang digawangi oleh Google akan hancur.

Perusahaan Teknologi Paling Kuat Bernama Microsoft

Kuatnya performa bisnis dari Microsoft menjadikan sahamnya lebih ‘kuat’ dibanding perusahaan teknologi lainnya di momen market bearish. Saham Microsoft tercatat mengalami koreksi 31% dari posisi tertingginya selama tahun 2022.

Secara model bisnis, Microsoft bertransisi menjadi sebuah bisnis yang berfokus pada penjualan cloud  dan subcription. Kendati demikian, Microsoft juga tetap mempertahankan bisnis softwarenya yang masih secara solid bertumbuh pesat. Bersama dengan Microsoft Azure (jasa infrastruktur cloud), Microsoft mengalami peningkatan revenue yang luar biasa. Bahkan di tahun 2022, Azure dan jasa cloud lainnya meningkat di angka 35% YoY pada periode Q1 nya. Hal ini membuktikan bahwa di masa tekanan ekonomi makro saat ini pun, Microsoft masih bisa mempertahankan performanya.

Berdasarkan data yang disajikan, maka dua perusahaan teknologi raksasa Google dan Microsoft memiliki keuntungan kompetitif yang baik bagi investasi jangka panjang. Kendati berada di momentum bearish yang kuat, kedua emiten ini justru sangat menjanjikan untuk memberikan peluang return yang besar di waktu yang akan datang bagi para investornya.

image-artikel