Apabila Presiden Donald Trump menerapkan proteksionisme dalam bentuk tarif bea masuk barang yang sangat tinggi, dampaknya bisa memicu perlambatan ekonomi global dan pelemahan Dolar AS. Presiden AS Donald Trump terkenal memiliki banyak ide kontroversial, termasuk salah satunya mengenai proteksionisme dan tarif perdagangan. Isu tarif Trump menghiasi masa kepemimpinannya, baik yang pertama (20 Januari 2017-20 Januari 2021) maupun yang kedua (20 Januari 2025-?). Artikel ini akan membahas mengenai proteksionisme, kemudian mengulas seluk-beluk ide proteksionisme Trump. Negara mana saja yang terdampak? Bagaimana pengaruhnya terhadap Dolar AS? Mari simak selengkapnya.
Daftar Isi
Apa Itu Proteksionisme?
Proteksionisme adalah haluan kebijakan ekonomi yang cenderung mengekang arus perdagangan antar negara dengan cara seperti menetapkan bea masuk, menentukan kuota impor, serta berbagai regulasi lainnya.
Kebijakan proteksionis ditujukan untuk melindungi perusahaan lokal dari pesaing di luar negeri, serta mendorong penciptaan lapangan kerja sebesar-besarnya untuk warga negara. Kebijakan tersebut juga seringkali diharapkan dapat menaikkan surplus neraca dagang.
Untuk memenuhi semua tujuan itu, pelaku proteksionisme bisa memberikan subsidi dan pengurangan pajak bagi perusahaan-perusahaan domestik. Di saat yang sama, pajak seperti bea masuk dalam jumlah besar dikenakan terhadap barang-barang dari luar negeri.
Kebijakan proteksionisme identik dengan gerakan anti-globalisasi. Doktrin proteksionisme berlawanan dengan paham perdagangan bebas (Free Trade).
Dalam Free Trade, pemerintah berupaya mengurangi halangan-halangan perdagangan internasional. Free Trade berkembang berdasarkan pemahaman bahwa kekayaan suatu negara bisa diperoleh dengan kemajuan bersama, bukan dengan mencegah persaingan. Ekspektasi Nya, persaingan akan mendorong munculnya produk-produk lebih baik dan lebih kompetitif bagi konsumen, serta mendorong inovasi bagi kemajuan peradaban.
Apakah Trump Benar-Benar Berwenang Untuk Menerapkan Proteksionisme?
Ya. Berdasarkan Trade Act Tahun 1974, Presiden AS memiliki otoritas unilateral untuk merubah kebijakan perdagangan, termasuk mengubah pendekatannya dari pro-globalisasi menjadi proteksionisme.
Sebagai Presiden AS, Donald Trump bisa menerapkan bea impor dan kuota pada negara manapun yang dituduhnya “melakukan praktik perdagangan tidak adil”. Ia juga bisa memanfaatkan tuduhan lain seperti “mengancam keamanan nasional”, “merugikan kepentingan Amerika Serikat”, atau lainnya.
Berdasarkan International Emergency Economic Powers Act, Presiden AS dapat membatasi impor dengan alasan ada risiko bagi keamanan negara. Presiden Richard Nixon pernah menggunakan Undang-Undang itu untuk menerapkan bea impor jumbo pada tahun 1971, dengan mengutip ancaman Perang Korea yang sebenarnya sudah berakhir beberapa dekade sebelumnya.
Masa Kepemimpinan Pertama Trump
Sejak kampanye awal pada tahun 2016, Donald Trump mengusung slogan “America First” untuk berbagai aspek. Termasuk diantaranya:
- Mendeportasi imigran ilegal dan membangun tembok perbatasan dengan Meksiko.
- Menerapkan aturan imigrasi yang lebih ketat dan mengevaluasi ulang imigran yang sudah masuk AS.
- Melarang outsourcing pekerjaan ke luar AS.
- Membatalkan keikutsertaan AS di Trans-Pacific Partnership.
- Melakukan negosiasi ulang NAFTA dengan Meksiko dan Kanada.
- Merencanakan Tax Holiday untuk mendorong korporasi membawa pulang dana yang diinvestasikan di luar negeri.
- Menerapkan Border Tax.
Bagi pelaku pasar keuangan global, poin paling mencemaskan terletak pada urutan terakhir: Border Tax. Masalahnya, kata yang bermakna harfiah “Pajak Perbatasan” itu berpotensi memicu perang dagang berskala internasional.
Apa Itu Border Tax?
Border Tax adalah pajak atas produk-produk yang diimpor dari negara lain. Border Tax yang dimaksudkan oleh Trump juga mencakup produk yang dibuat oleh perusahaan-perusahaan AS di luar negeri. Dengan demikian, Border Tax dimaksudkan pula sebagai “penalti” bagi perusahaan-perusahaan yang membangun pabrik di mancanegara.
Contohnya, Trump ingin menerapkan pajak 35% pada produk otomotif yang dibuat GM dan Toyota di Meksiko. Ide proteksionisme Trump ini terlarang berdasarkan perjanjian North American Free Trade Agreement (NAFTA), sehingga ia melakukan negosiasi ulang dengan Meksiko dan Kanada demi merevisi pakta perdagangan tersebut.
Bagaimana Dampak Proteksionisme Trump Pertama?
Donald Trump berhasil memaksa beberapa negara untuk maju ke meja perundingan dengannya. Contohnya, Meksiko dan Kanada.
Kedua negara tetangga terdekat AS itu bersedia merundingkan ulang pakta NAFTA, kemudian menggantikannya dengan US-Mexico-Canada Agreement (USMCA) mulai 1 Juli 2020. Perjanjian yang baru memberikan akses pasar lebih luas bagi produk olahan susu dan otomotif asal Amerika Serikat, menerapkan kuota untuk produksi otomotif Meksiko dan Kanada, serta beberapa pasal baru mengenai hak kekayaan intelektual dan perdagangan digital.
Dalam kurun waktu yang sama, China merespons langkah proteksionisme Trump dengan menerapkan tarif dan sanksi balasan terhadap barang dan perusahaan asal AS. Hal ini memantik perang dagang yang merugikan bagi semua pihak, baik Amerika Serikat maupun negara-negara mitra dagangnya.
Perang Dagang AS-China berlangsung sejak awal tahun 2018, kemudian memuncak pada tahun 2019. Ketegangan baru mereda setelah kedua kubu mencapai kesepakatan fase pertama pada Januari 2020. Selama masa-masa tersebut, pertumbuhan AS dan China sama-sama melambat.
Data-data belakangan menunjukkan pula bahwa perang dagang AS-China mengakibatkan perlambatan ekonomi global. Ketegangan yang disebabkan proteksionisme Trump ikut menyeret negara-negara lain termasuk Inggris, Jerman, Jepang, dll. padahal mereka tidak terlibat secara langsung Negara berkembang seperti Indonesia bahkan harus meluncurkan stimulus khusus untuk menanggulangi perlambatan ekonomi.
Masa Kepemimpinan Kedua Trump
Presiden AS Joe Biden mengalahkan Trump pada Pilpres AS 2020. Ia mengkritik beragam kebijakan pendahulunya, tetapi mempertahankan beragam tarif yang masih berlaku pada akhir masa kepemimpinan Trump. Biden malah menambah bea masuk atas kendaraan listrik dan panel surya asal China. Dengan demikian, para pakar menilai perang dagang AS-China sebenarnya terus berlangsung.
Donald Trump kembali menduduki kursi Presiden AS pada tanggal 20 Januari 2025 setelah mengalahkan Kamala Harris dalam Pilpres 2024. Ia lagi-lagi mempromosikan ide proteksionisme secara agresif dengan mengancam akan menerapkan tarif yang sangat tinggi terhadap barang-barang impor.
Trump menyasar negara rival dan sekutu Amerika Serikat tanpa tedeng aling-aling. Akan tetapi, ide-idenya berubah-ubah. Target ancaman tarif Trump bervariasi mulai dari China, Zona Euro, Kanada, Meksiko, sampai dengan semua negara (tarif universal). Besaran tarifnya juga tidak jelas, mulai 10% sampai lebih dari 100%.
Negara Mana yang Terancam Tarif Trump Kali Ini?
Berikut ini kompilasi ancaman proteksionisme Trump yang telah disampaikan sang Presiden AS sampai tanggal 29 Januari 2025:
- Bea masuk 25% untuk semua barang dari Meksiko dan Kanada mulai 1 Februari sebagai balasan atas arus imigrasi dan narkoba ilegal yang masuk ke AS. Bea masuk barang asal China juga akan dinaikkan lagi sebanyak 10% atas tuduhan yang sama.
- AS akan menerapkan tarif terhadap produk-produk asal Uni Eropa, jika Uni Eropa tidak membeli lebih banyak migas AS. Tarif dan sanksi tambahan terhadap Rusia sehubungan dengan perang di Ukraina.
- Tarif sampai 100% atas barang-barang asal negara anggota BRICS jika aliansi tersebut benar-benar membuat mata uang baru untuk menggantikan Dolar AS dalam transaksi internasional mereka.
Di samping itu, Trump sedang mempertimbangkan penerapan tarif terhadap sektor atau produk tertentu secara spesifik. Beberapa produk yang terancam tarif antara lain chip komputer (semikonduktor), obat-obatan, aluminium, tembaga, baja, dan kendaraan listrik.
Ada pula ide tarif universal. The Financial Times melaporkan bahwa Scott Bessent, nominasi Menteri Keuangan AS, mendesak agar diterapkan tarif universal pada semua barang impor AS mulai dari 2.5% dan akan naik setiap bulan. Trump telah mengisyaratkan tarif universal bisa lebih tinggi dari itu.
Sejumlah pakar ragu Trump benar-benar akan memberlakukan tarif perdagangan yang sangat tinggi dalam masa kepemimpinan keduanya. Banyak orang mensinyalir ia hanya menggunakan isu tersebut untuk memaksa negara-negara lain memberikan konsesi tambahan bagi Amerika Serikat. Skenario seperti itu sudah terealisasi baru-baru ini terkait ancaman tarif Trump terhadap Kolombia.
Anda bisa ikut kelas gratis TPFx dengan click ini. Dapatkan update seputar trading di tpfx.co.id . Buka akun demonya disini GRATISS. Semoga artikel ini memberikan wawasan yang berguna dan membantu dalam perjalanan trading Anda.
Selamat trading dan semoga sukses!