Peluang Trading di GBP/USD di Tengah Aksi Jual Obligasi Global

Trading Opportunity Pair (TOP)

Market Summary

Poundsterling terus melemah dalam tiga hari terakhir, mencatatkan penurunan terbesar sejak hampir dua tahun terakhir. Pelemahan ini dipicu oleh aksi jual besar-besaran obligasi global, dengan dampak terberat dirasakan oleh obligasi pemerintah Inggris (gilts). Imbal hasil gilts melonjak ke level tertinggi dalam 16,5 tahun, mencerminkan kekhawatiran terhadap kondisi fiskal Inggris.

Pada perdagangan Kamis, poundsterling melemah 0,9% terhadap dollar AS, diperdagangkan pada level $1,226—terendah sejak November 2023. Dalam tiga hari terakhir, mata uang ini telah kehilangan 2% nilainya, penurunan terbesar sejak Februari 2023. Terhadap euro, poundsterling juga melemah 0,6%, mendekati level terendah dua bulan di 83,93 pence.

Kekhawatiran meningkatnya inflasi, kemungkinan penundaan penurunan suku bunga, serta prospek tambahan utang besar di tengah ketidakpastian kebijakan ekonomi AS semakin membebani pasar. Imbal hasil obligasi 10-tahun Inggris melonjak seperempat poin pekan ini, mencapai level tertinggi sejak 2008. Meski biasanya lonjakan imbal hasil obligasi mendukung penguatan mata uang, kali ini hubungan tersebut terputus, mencerminkan kekhawatiran investor terhadap prospek fiskal Inggris.

Sementara itu, dollar AS terus menguat, didukung oleh sentimen pasar yang cenderung menghindari risiko. Kebijakan perdagangan dan tarif yang mungkin diumumkan oleh Presiden terpilih Donald Trump menimbulkan kekhawatiran inflasi lebih lanjut di AS, yang membatasi ruang Federal Reserve (Fed) untuk memangkas suku bunga. Pasar derivatif menunjukkan bahwa para pelaku pasar hanya memperkirakan satu kali pemotongan suku bunga oleh Fed tahun ini, serupa dengan ekspektasi pasar terhadap Bank of England (BoE).

Pelemahan poundsterling juga diperparah oleh kondisi domestik Inggris yang melemah. Pertumbuhan ekonomi yang melambat, inflasi yang tetap tinggi, dan pasar tenaga kerja yang memburuk membuat Inggris tertinggal dibandingkan AS, yang menunjukkan ketahanan ekonomi di hampir semua sektor. Premi risiko untuk obligasi pemerintah Inggris dibandingkan obligasi AS melonjak ke level tertinggi sejak November.

Imbal hasil obligasi 30-tahun Inggris minggu ini mencapai level tertinggi sejak 1998, sejalan dengan tren kenaikan imbal hasil obligasi jangka panjang secara global. Namun, dampaknya paling dirasakan di Inggris, yang mengingatkan pada krisis obligasi pada September 2022, ketika kebijakan fiskal PM Liz Truss memicu kekacauan di pasar.

Meski demikian, pergerakan pasar saat ini tidak seburuk 2022, di mana imbal hasil gilts melonjak satu poin persentase dalam seminggu dan poundsterling menyentuh rekor terendah terhadap dollar AS. Namun, prospek fiskal yang suram dan tekanan inflasi akibat mata uang yang melemah menciptakan tantangan besar bagi Bank of England dalam menentukan kebijakan.

Ke depan, pelaku pasar akan mencermati data ketenagakerjaan AS serta pernyataan pejabat Fed untuk mendapatkan petunjuk lebih lanjut tentang arah kebijakan moneter global. Di Inggris, tantangan yang beragam mengharuskan langkah-langkah fiskal yang lebih konsisten agar stabilitas pasar dapat dipulihkan.

Analisis Teknikal

Berdasarkan analisis teknikal dari Trading Central, pasangan GBP/USD masih berpotensi melanjutkan tren bearish, dengan level pivot berada di 1.2325. Selama harga tetap berada di bawah level tersebut, penurunan kemungkinan akan berlanjut menuju area support di kisaran 1.2200-1.2150.

Sebagai skenario alternatif, jika harga berhasil menembus level 1.2325 ke atas, tren kemungkinan akan berbalik naik untuk menguji area resistance di kisaran 1.2375-1.2420.

Resistance 1: 1.2325, Resistance 2: 1.2375, Resistance 3: 1.2420

Support1:  1.2200,  Support 2: 1.2170, Support 3: 1.2150

image-artikel