Harga Minyak Menguat di Tengah Ketegangan Geopolitik
Harga minyak dunia menguat pada perdagangan Rabu setelah serangkaian ketegangan geopolitik memicu lonjakan harga jangka pendek. Brent crude futures naik 0,8% menjadi $66,95 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) menguat 0,9% ke $63,19 per barel pada pukul 08.35 GMT. Sebelumnya, kedua acuan harga minyak sempat melonjak hampir 2% usai Israel melancarkan serangan terhadap pimpinan Hamas di Doha, namun kemudian kembali terkoreksi.
Ketegangan Israel, Polandia, dan Rusia Dorong Sentimen Pasar
Selain konflik Israel–Hamas, pasar juga dipengaruhi meningkatnya ketegangan setelah Polandia menembak jatuh drone dalam serangan besar Rusia di Ukraina barat. Langkah ini menandai pertama kalinya anggota NATO terlibat langsung dalam aksi militer terkait perang tersebut. Meski demikian, belum ada indikasi ancaman nyata terhadap pasokan energi global, sehingga dampak terhadap harga minyak masih terbatas.
Risiko Geopolitik vs. Ancaman Oversupply
Meski faktor geopolitik mendorong harga naik, kekhawatiran surplus pasokan tetap menjadi beban bagi pasar. Brent tercatat masih diperdagangkan dua dolar lebih rendah dibanding pekan sebelumnya. Pasar menilai bahwa premi risiko geopolitik umumnya tidak bertahan lama kecuali terjadi gangguan pasokan nyata.
Tekanan dari Kebijakan AS dan Prospek Permintaan
Dari sisi kebijakan, Amerika Serikat mendorong sanksi baru terhadap pembeli minyak Rusia, termasuk desakan agar Uni Eropa mengenakan tarif 100% terhadap China dan India. Namun, langkah agresif berpotensi berbenturan dengan upaya pengendalian inflasi dan ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh The Federal Reserve. Pasar menunggu keputusan The Fed pada pertemuan 16–17 September, yang jika terjadi pemangkasan suku bunga akan meningkatkan prospek permintaan energi.
Data Ekonomi AS Jadi Fokus Pasar Minyak Malam Ini
Selain faktor geopolitik dan isu pasokan, pasar minyak malam ini akan mencermati rilis data ekonomi Amerika Serikat yang berpotensi memengaruhi pergerakan harga. Data Core PPI m/m dan PPI m/m masing-masing keluar di level 0,3%, lebih rendah dibanding periode sebelumnya yang sebesar 0,9%. Angka ini menunjukkan adanya perlambatan tekanan harga dari sisi produsen, yang bisa diartikan sebagai tanda inflasi produsen mulai mereda.
Bagi pasar minyak, data PPI yang lebih rendah dapat memperkuat ekspektasi bahwa The Federal Reserve akan lebih berpeluang menurunkan suku bunga pada pertemuan pertengahan September. Jika suku bunga turun, aktivitas ekonomi dan permintaan energi berpotensi meningkat, sehingga memberikan sentimen positif bagi harga minyak.
Inventori Minyak AS Jadi Penentu Arah Lanjutan
Data lain yang krusial adalah Crude Oil Inventories versi Energy Information Agency (EIA). Persediaan minyak diperkirakan turun 1,9 juta barel setelah sebelumnya naik 2,4 juta barel. Jika penurunan lebih dalam dari perkiraan, hal ini bisa menjadi sinyal kuatnya permintaan dan menekan kekhawatiran oversupply. Kondisi tersebut berpotensi mendorong harga minyak naik lebih lanjut.
Sebaliknya, bila rilis resmi justru menunjukkan kenaikan stok, tekanan jual kemungkinan muncul kembali. Pasar saat ini cukup sensitif terhadap isu surplus pasokan global.
Analisis Teknikal
Dari sisi teknikal, analisis Trading Central menunjukkan bahwa pergerakan US Oil masih cenderung bullish pada time frame H4, dengan level pivot di 62,50. Selama harga bertahan di atas level tersebut, potensi kenaikan diperkirakan berlanjut untuk menguji area resistance di 63,70–64,80.
Sebagai alternatif skenario, jika harga menembus ke bawah level pivot, tren berpotensi berbalik bearish dan menguji area support di 62,05–61,45.
Resistance 1: 63,70 Resistance 2: 64,25 Resistance 3: 64,80
Support1: 62,60 Support 2: 62,05 Support 3: 61,45
Dapatkan update seputar trading di tpfx.co.id . Buka akun demonya disini GRATISS. Semoga artikel ini memberikan wawasan yang berguna dan membantu dalam perjalanan trading Anda.